Hubungan Ilmu Astronomi dan Ilmu Sosial Dengan Kebudayaan Asia Timur – Hubungan antara ilmu astronomi dan ilmu sosial lebih dikenal dengan sebutan ilmu arkeoastronomi. Sebelum membahas ilmu arkeoastronomi , anda perlu mengenal ilmu astronomi dan ilmu ilmu sosial terlebih dahulu. Ilmu astronomi dikenal dengan nama lain sebagai ilmu bintang. Ilmu astronomi adalah sebuah ilmu yang mempelajari fenomena benda langit dan fenomena di luar bumi. Sedangkan untuk ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan. Kedua ilmu tersebut saling berhubungan membentuk ilmu arkeoastronomi.
Arkeoastronomi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara ilmu astronomi dan ilmu sosial dimana kedua ilmu tersebut dihubungkan dengan fenomena benda langit. Penemuan – penemuan benda bersejarah di masa lampau membuat kajian arkeoastronomi menjadi lebih detail. Setiap wilayah di berbagai belahan dunia memiliki kajian arkeoastronomi dengan hasil yang hampir sama. Hampir semua kebudayaan di berbagai negara tersebut menggunakan ilmu astronomi untuk mendukung aktivitas sosial. Ilmu Astronomi ini memiliki peran penting sehingga warisan yang dihasilkan pada masa lampau tersebut masih digunakan hingga saat ini.
Kebudayaan yang ada di Asia Timur juga tidak lepas dari adanya ilmu astronomi. Melalui berbagai bukti arkeologis mampu memunjukan bahwa masyarakat yang ada di bagian Asia Timur seperti Korea, Jepang dan Tiongkok turut menggunakan ilmu astronomi untuk menjalankan kebudayaan mereka. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya makam kuno yang terletak di Provinsi Henan Tiongkok pada abad 40 SM. Adanya makam di masa itu menunjukan bahwa kebudayaan Tiongkok telah mengenal konstelasi bintang untuk menjalankan kebudayaan yang ada di wilayah tersebut. Pada periode yang sama, Tiongkok ternyata juga telah membuat berbagai ornamen astronomis yang meliputi bintang, matahari dan bulan. Berbagai ornamen tersebut dituangkan ke dalam produksi mereka yang berupa gerabah.
Gerabah menjadi salah satu peninggalan bersejarah yang berhasil dibuat Tiongkok pada masa itu. Selain menuangkan berbagai benda langit di gerabah, diketahui bahwa masyrakat sekitar juga menggunakannya untuk berbagai kebutuhan seni, ritual dan berbagai aktivitas sosial lainnya. Selain menggunakan konstelasi bintang, Tingkok juga menggunakan titik balik matahari untuk menentukan waktu dan pergantian musim. Ilmu astronomi tersebut terus dikembangkan hingga melahirkan kebudayaan yang lebih modern.
Memasuki periode Negara Perang hingga periode Dinasti Qin masyarakat Tiongkok mulai mengembangkan sebuah instrument. Instrument buatan Tiongkok tersebut digunakan untuk menyelidiki berbagai fenomena astronomis dengan lebih detail. Masyarakat berharap dengan instrument tersebut bisa memprediksi musim dengan lebih akurat. Melalui instrument tersebut masyarakat bisa menentukan fenomena langit lebih jelas seperti fenomena gerhana bulan serta gerhana matahari.
Pada periode yang sama masyarakat Tiongkok berhasil mengembangkan jam menggunakan titik balik matahari. Selain itu masyarakat juga mulai mengenal pergerakan 5 planet yakni planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Pada periode ini masyarakat sudah mulai maju dengan memasuki masa milenia pertama. Pada masa ini masyarakat telah berhasil membuat peta langit, dimana peta langit tersebut berisi tentang susunan konstelasi bintang dengan sangat akurat. Lebih menakjubkan lagi pada periode ini masyarakat sekitar berhasil menyimulasikan berbagai pergerakan benda langit seperti matahari, bulan dan benda langit lainnya.
Selain Tiongkok, Jepang dan Korea juga memiliki bentuk arkeoastronomi yang ada di wilayah mereka. Walaupun buktinya tidak sebanyak yang ada di Tiongkok, penerapan ilmu astronomi dengan ilmi sosial di wilayah ini cukup menarik para peneliti. Kebudayaan Tiongkok sangat mempengaruhi kebudayaan yang ada di Korea. Pada periode 7 – 9 M, Korea telah mengadopsi beberapa kebudayaan dari Tiongkok seperti kalender. Korea menggunakan kalender hasil dari Tiongkok tersebut untuk menunjang berbagai aktivitas di wilayah tersebut. Setelah mengadopsi kalender dari tempat lain, Korea berhasil menciptakan kalendernya sendiri di sekitar abad – 14 M.
Salah satu tanda bahwa kebudayaan Korea menggunakan ilmu astronomi adalah adanya situs arkeoastronomi yang dimiliki Korea. Salah satu situs arkeoastronomi yang ada di wilayah tersebut adalah Champsong-dae atau yang dikenal dengan Menara Bintang. Walaupun bukti pendukungnya tidak banyak, para peneliti menyakini bahwa Menara Bintang ini merupakan peninggalan masa lampau. Selain Korea, kebudayaan lampau di Jepang juga menggunakan ilmu astronomi. Letak Jepang yang cukup terisolasi membuat kebudayaan yang ada di wilayah ini berbeda dengan wilayah lainnya.
Kajian arkeoastronomi yang ada di Jepang mengalami kendala karena peninggalannya cukup sedikit. Walaupun begitu para peneliti sangat menyakini bahwa masyarakat Jepang menghubungkan ilmu astronomi dengan kebudayaan yang mereka miliki. Sebagai contohnya Jepang menggunakan fenomena benda langit untuk membuat kalender, perubahan musim dan sebagai navigasi ketika nelayan mencari ikan. Contoh paling akurat yang menunjukan bahwa Jepang menggunakan ilmu astromoni adalah adanya sebuah makam kuno yang menggunakan unsur benda langit. Makan kuno tersebut terletak di Prefektur Nara yang dibangun pada abad ke 7 M. Pada makam kuno tersebut terdapat berbagai lukisan yang dikaitkan dengan fenomena benda langit.
Berbagai bentuk antara ilmu astronomi dan ilmu sosial mampu mempengaruhi kebudayaan yang ada pada masa lampau. Berbagai wilayah yang ada di Asia Timur seperti Jepang, Korea dan Tiongkok menggunakan ilmu astronomi untuk menunjang aktivitas sosial mereka. Ilmu astronomi sangat penting untuk menentukan waktu, ritual, peribadatan dan berbagai hal lainnya. Kebudayaan di wilayah ini terbentuk karena adanya hubungan antara kedua ilmu tersebut. Hingga saat ini peninggalan di masa lampau tersebut masih terus digunakan dan dikembangkan menjadi lebih baik lagi.